RiderTua.com – Alasan Michelin memilih lapisan karet khusus untuk Mandalika… Michelin selaku pemasok ban standar untuk kelas MotoGP, membawa alokasi yang berbeda ke Indonesia. Ban yang dipersiapkan untuk balapan akhir pekan ini berbeda dibandingkan saat tes pada Februari lalu. Meskipun kompon ban tidak berubah, ketiga kompon untuk ban belakang telah dilengkapi dengan karkas yang lebih keras, yang akan mengurangi suhu pengoperasian hingga 15 derajat dan dengan demikian juga untuk menangkal terik matahari. Pasalnya, pada Kamis suhu aspal di Mandalika mencapai 65 derajat celsius. Honda bermasalah karena itu?
Alasan Michelin Memilih Lapisan Karet Khusus untuk Mandalika
Namun, beberapa produsen jelas lebih cocok dengan karkas khusus ini ketimbang yang lain. Perbandingan waktu, Pol Espargaro melaju dengan catatan waktu terbaik 1:31.060 menit dalam tes IRTA selama 3 hari (11-13 Februari) di Mandalika. Di kualifikasi GP Indonesia, pembalap Repsol Honda itu hanya mencatat waktu 1:31,831 menit, sehingga harus puas berada di urutan ke-16 di grid.
Fabio Quartararo yang terpaut 0,014 detik di belakang Espargaro berada di posisi ke-2 pada tes Mandalika. Pada hari Sabtu ini, rider Monster Energy Yamaha itu melaju lebih cepat 0,007 detik dan berada di posisi terdepan dengan catatan waktu 1:31.067 menit.
Pembalap pabrikan Red Bull KTM Brad Binder meningkat 0,141 detik, sementara Marc Marquez 0,237 detik lebih lambat dari catatan waktunya saat tes di bulan Februari.
Pol Espargaro mengeluh, “Ban belakang lain yang kami gunakan di sini tidak berfungsi dengan motor baru kami. Kami menunjukkan potensi kami di sini pada latihan pertama, dengan ban yang kami gunakan sepanjang tahun. Kita dapat melihat dampaknya, karena sekarang pembalap lain yang kesulitan selama tes benar-benar ‘terbang’.”
Dalam sebuah wawancara, Piero Taramasso selaku manajer roda dua di pabrikan ban asal Prancis itu menjelaskan latar belakang keputusan Michelin.
Mengapa Michelin menggunakan konstruksi lama? Taramasso menjelaskan, “Setelah tes, kami menemukan bahwa trek ini sangat menuntut ban depan dan belakang terutama dalam hal suhu. Dan itulah titik lemahnya. Temperatur suhu di ban belakang sangat-sangat tinggi. Hal ini disebabkan kombinasi aspal baru, layout yang cepat dan temperatur aspal yang sangat tinggi. Kami tidak dihadapkan dengan suhu seperti itu di trek lain.”
“Saat tes, kami datang dengan stok ban belakang untuk melihat apakah itu berfungsi, tetapi ternyata tidak. Temperatur terlalu tinggi untuk konstruksi standar, yang menyebabkan pemintalan kuat dan terik. Jadi jelas bahwa kami harus menurunkan suhu ban sekitar 20 derajat. Secara teknis satu-satunya solusi adalah casing. Karkas ini pernah kami gunakan di Austria dan Thailand pada 2018. Kami tahu bahwa suhu dapat dengan mudah turun 15 derajat dengan konstruksi khusus ini.”
Taramasso menambahkan, “Kami menyimpan kompon yang sama seperti dalam tes, tetapi ketiga ban belakang menggunakan casing khusus ini. Setelah FP2 dikonfirmasi bahwa itu adalah keputusan yang tepat. Suhu masih di sisi yang lebih tinggi, tetapi sekarang lebih terkendali dibandingkan saat tes.”
“Karena karkasnya lebih kuat dan sedikit lebih keras, cengkeramannya pasti sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ban standart. Tetapi sebagai imbalannya kita mendapatkan stabilitas. Banyak pembalap mengatakan bahwa stabilitasnya lebih baik, itulah sebabnya catatan waktunya tidak terlalu buruk.”
Apakah karkas baru berdasarkan konstruksi ban belakang yang lama? “Pada dasarnya, saat ini kami memiliki tiga desain ban belakang yang berbeda yang kami gunakan tergantung pada kondisi lintasan. Versi standar digunakan di hampir semua trek. Lalu diantaranya ada karkas yang pernah kami gunakan di Thailand dan Austria, yang bisa menurunkan suhu 7 atau 8 derajat. Tetapi karena kami perlu menjaga suhu di sini, kami kembali ke karkas 2018, yang lebih kuat dan membuat perbedaan 15 derajat,” jawab Taramasso.
Tetapi beberapa tim tidak terlalu senang dengan ban itu? Taramasso menjelaskan, “Jika mereka tidak senang, itu karena mereka tidak mengerti masalahnya. Masalahnya sangat jelas, ban terlalu panas di setiap motor, bukan hanya satu atau dua. Suhu setiap pembalap naik hingga lebih dari 160 derajat, yang membuatnya tidak mungkin untuk ban.”
“Saya pikir itu sebenarnya mudah dilihat, kami harus mengurangi suhu untuk menempuh jarak balapan. Mereka juga diperingatkan saat tes, lalu kami jelaskan, itu satu-satunya pilihan. Trek ini sangat menuntut ban, mungkin yang paling sulit sepanjang musim, bahkan lebih menuntut ketimbang Thailand atau Austria.”
Apakah Anda memiliki masalah dengan konstruksi ini? “Suhu masih di sisi yang lebih tinggi, tetapi sekarang jauh lebih baik dibandingkan dengan tes. Ini adalah solusi yang baik, yang terbaik dan catatan waktu membuktikannya. Beberapa pembalap menyukai ban ini. Mereka mengatakan bahwa meskipun lebih banyak spinning, ban lebih stabil. Seperti pembalap pabrikan Yamaha, Jack (Miller) dan Pecco (Bagnaia).”
“Menurut saya itu adalah pilihan yang tepat, saya hanya berharap tim memiliki cukup waktu di trek kering untuk mengatur motor dengan lebih baik untuk jenis ban itu.Tim harus mencoba mengatur spinning. Dengan putaran yang lebih sedikit, suhu ban menjadi lebih rendah, dan suhu yang lebih rendah juga berarti tak gampang aus. Kemudian kita bisa menghemat ban dan melakoni balapan yang lancar,” pungkas manager Michelin itu.