RiderTua.com – Tiga Grand Prix MotoGP terakhir musim 2023 dimulai di Sepang akhir pekan ini kemudian dilanjutkan GP Qatar dan terakhir di Valencia dalam 3 pekan berturut-turut. Praktis, 6 seri digelar dalam waktu 7 pekan yang pasti sangat padat.
Meskipun ada dampak negatifnya, dimulai dengan jet lag dan kelelahan, sehingga berpotensi menjadi sumber bahaya bagi para mekanik yang tidak fokus atau pembalap yang terlalu banyak bekerja, belum lagi jauh dari keluarga dalam waktu yang cukup lama. Namun keadaan ini masih memiliki sisi positif, balapan tahun ini mungkin jauh lebih menarik.
Selain Moto2, baik MotoGP maupun Moto3 belum satu pun gelar dunia yang berhasil disegel. Satu-satunya akhir pekan non-balapan di paruh terakhir musim yang padat ini, memberi waktu untuk beristirahat dan mengatur napas.
Perebutan gelar juara dunia di kelas MotoGP akan sangat menarik. Juara bertahan Pecco Bagnaia akan melawan penantangnya Jorge Martin, yang dalam hati ingin membalas dendam karena Ducati lebih memilih Enea Bastianini untuk dipromosikan ke tim pabrikan Ducati-Lenovo ketimbang dirinya tahun lalu.
Seorang pembalap tangguh yang ingin mempertahankan gekarnya melawan pembalap yang memberontak. Seorang pembalap Italia melawan seorang pembalap Spanyol. Tidak diragukan lagi, Martin adalah pembalap yang lebih cepat dalam satu lapn dan dalam sprint race yang lebih pendek (membukukan 7 kemenangan di sprint sementara Bagnaia hanya 4 kemenangan sprint).
Namun kemudian, Martin membuat kesalahan taktis yang merampas kemenangannya di GP Australia. Karena diawali dengan crash pada balapan utama di Indonesia saat Martin memimpin balapan dengan selisih 3 detik, sudah banyak dibicarakan bahwa terjadi pertarungan antara otak dan otot.
Francesco Bagnaia yang cerdik juga membuat kesalahan yakni 5 kali crash di balapan utama misalnya, dibandingkan dengan Jorge Martin yang hanya dua kali mengalami crash. Dan keterampilan taktis yang paling penting dari Martin yang eksplosif mungkin adalah memberikan tekanan di lini depan sejak awal untuk melarikan diri dari lintasan jika memungkinkan. Tapi itu masih merupakan metode efektif yang memanfaatkan kekuatannya. Bagaimanapun, itu cukup efektif untuk hanya tertinggal 13 poin dari pemimpin klasemen dengan tiga balapan tersisa dan hingga 111 poin masih bisa diperebutkan.
Kedua rival perebutan gelar ini juga memiliki banyak kesamaan. Pecco yang berusia 1 tahun lebih tua (lahir pada 14 Januari 1997 sementara Martin 1 tahun 15 hari kemudian), juga dapat mengandalkan 2 tahun pengalaman balap dan dua musim MotoGP lagi.
Meski begitu, ada beberapa persamaan dalam jalur karier mereka. Ketika mereka menjadi rekan satu tim Moto3 di Aspar Mahindra pada tahun 2015 dan 2016. Keduanya memenangkan gelar juara dunia di kelas yang lebih kecil (Martin di Moto3 pada tahun 2018 dan Bagnaia di Moto2 pada tahun 2018). Keduanya meraih 10 kemenangan di kelas tersebut.
Di MotoGP, Bagnaia mengumpulkan 17 pole position dalam 5 tahun, Martin telah mencapai jumlah yang mengesankan yaitu 13 pole dalam 3 tahun.
Dalam hal kemenangan balapan Pecco lebih unggul, dalam 83 kali start di MotoGP dia meraih 17 kemenangan atau setara dengan 20,48 persen. Jika kita memasukkan semua kelas, angkanya turun menjadi 14 persen. Tapi dia masih unggul. Dengan 5 kemenangan MotoGP dalam 51 start, Martin mencapai tingkat keberhasilan 9,80 persen. Di semua kelas, angkanya hanya di atas angka 10 persen.
Namun jika melihat data statistik, jelas Pecco menjadi favorit, tapi kita tidak boleh mengabaikan faktor manusia. Ini masalah bentuk. Dan harus dikatakan bahwa keduanya mungkin berada dalam kondisi terbaik dalam hidup mereka sejauh ini. Ini memberi kita pertarungan menarik yang sangat seimbang.
Siapa yang menang? Pemenang terbesar selalu Ducati. Mahkota konstruktor keempat berturut-turut sudah diamankan, di klasemen tim (dengan Prima Pramac Racing di posisi terbaik) hanya tinggal menunggu waktu dan keberhasilan mempertahankan gelar dunia pembalap sudah ada di depan mata sejak GP Thailand.
Persaingan di kelas Moto3 juga sangat ketat, perebutan gelar dunia masih terbuka sebelum tiga balapan terakhir. Dengan 7 pemenang berbeda sejauh ini, keunggulan pemimpin klasemen Jaume Masia atas Ayumu Sasaki (tanpa kemenangan di musim ini) adalah 17 poin.
Tertinggal 8 poin lagi adalah dua kandidat lainnya yakni David Alonso (rookie dengan 4 kemenangan) dan Daniel Holgado. Keduanya masih remaja dan karena itu membuktikan bahwa ada lebih banyak bakat yang muncul ketimbang pembalap yang pensiun yang seharusnya memberikan masa depan yang cerah bagi kelas balap paling kecil ini.
Musim 2023 memiliki apa yang diperlukan untuk dicatat dalam buku sejarah sebagai tahun klasik yang nyata. Sulit membayangkan dua Grand Prix lagi dan perjalanan yang lebih melelahkan bisa menjadikannya lebih baik lagi tahun depan.
This post was last modified on 8 November 2023 08:44
RiderTua.com - Toyota kini memiliki berbagai macam produk ramah lingkungan yang dijualnya di pasar, tak terkecuali mobil listrik. Namun mengandalkan…
RiderTua.com - Makanya Fabio Di Giannantonio menolak menjalani operasi karena butuh waktu penyembuhan selama 3-4 bulan, hal yang sama pernah…
RiderTua.com - Maverick Vinales tidak mampu bersaing untuk memperebutkan posisi teratas pada balapan akhir pekan MotoGP di Jepang. Rada race…
This website uses cookies.
Leave a Comment