RiderTua.com – Sepanjang kejuaraan dunia MotoGP, banyak pembalap yang datang dan pergi, masing-masing dengan kepribadian dan karakter tersendiri. Inilah topik yang dibicarakan oleh Oscar Haro ketika ia menjelaskan soal itu dan mengamati wawancara Pedro Acosta dalam program La Revuelta yang dipandu oleh David Broncano.
Oscar menyebut ia tidak menyukai wawancara yang dilakukan dengan Acosta, karena pembalap tim pabrikan KTM tersebut dianggapnya mengambil posisi yang ‘tidak terlalu cerdas’. Namun ia juga menegaskan La Revuelta merupakan program komedi, sehingga wawancara tersebut tidak dilakukan dengan serius karena orang yang membawakan program tersebut adalah seorang komedian.
Nasihat untuk Pedro Acosta: Jangan Buru-buru Ingin Terkenal
“Acosta mengikuti program tersebut dengan mentalitas ini, sehingga wawancaranya terlihat sangat profesional dan serius. Jadi saya pikir dia mengikuti mentalitas ini untuk bermain-main dan orang-orang menanggapinya dengan sangat buruk, tapi saya tidak berpikir itu tidak terlalu menguntungkan,” jelasnya.
Mengenai sikap Acosta, Oscar berpikir dia mengambil posisi serupa seperti yang diambil oleh Jorge Lorenzo di era Valentino Rossi. “Ketika seorang pembalap harus bertarung dengan pembalap seperti Valentino atau Marc Marquez, mereka tidak bisa melawannya dan tidak boleh menonjolkan kepribadian yang dimiliki. Dalam hal ini, menurutku yang menjadi nomor satu masih tetap Dani Pedrosa. Ia menjadi lawan berikutnya bagi semua juara dunia,” komentar Haro.

Ia menjelaskan Pedrosa pernah baertarung dengan semua pembalap, seperti Rossi, Lorenzo, Marquez, Andrea Dovizioso, hingga Casey Stoner, tapi Pedrosa selalu memiliki kepribadiannya sendiri. Dia tidak lebih atau kurang disukai banyak orang saat ia masih berkompetisi. “Menurutku, Pedro tidak merasa senang karena dia tahu betul ia memiliki kualitas pembalap yang luar biasa, tapi ia tidak berada di tim yang tepat sehingga ia tidak dapat menunjukkan potensinya,” sambungnya.
Haro lebih menekankan pada Acosta bahwa dia bisa menjadi pembalap yang memperebutkan kejuaraan dunia, itupun kalau memakai motor yang sama dengan Marc. “Sebenarnya Acosta sudah tahu soal itu, tapi seseorang dengan ego seperti yang dimiliki oleh para pembalap super dan muncul omongan tersebut, ini menimbulkan hal yang serupa terjadi pada Lorenzo, yang dapat menang di lintasan, sebelum ia memiliki rekan seperti Valentino Rossi, yang memiliki kekuatan di luar lintasan,” katanya.
“Lorenzo berada di titik tersebut dan dia kurang lebih ingin meniru Rossi baik di dalam mauapun di luar lintasan, namun ia melihat dirinya tidak bisa melakukan hal serupa. Meski ia berkali-kali pergi menemui beberapa orang (untuk memvalidasi bahwa dia bisa seperti Rossi), saya pikir itu bukan cara yang tepat, seharusnya ia melakukannya dengan kecepatannya sendiri (jangan buru-buru untuk menjadi terkenal), tunjukkan kepada semua orang potensi yang dimiliki sebagai pembalap, bukan untuk menemui siapapun dan mengatakan dia tidak kalah dengan Rossi,” lanjut Oscar.