RiderTua.com – Pemilik tim Moto2 Sito Pons mengungkapkan keprihatinannya tentang semakin kasarnya perilaku duel dan risiko yang diambil para pembalap saat ini. “Sangat konyol mengatakan bahwa balap motor adalah ‘olahraga kontak’. Bagaimana seseorang bisa sampai mengatakan hal seperti itu? Olahraga kontak dengan kecepatan 300 km/jam…! Jika kita ingin menyalip seseorang, kita harus cukup cepat dan melakukannya tanpa menyentuh lawan. Jika kita ingin olahraga kontak, kita harus pilih tinju,” tegas Pons.
Sito Pons : Pembalap yang Suka Senggol Lawan, Pindah Olahraga Tinju Saja!
Sebagai informasi di TT Belanda di Assen Sito Pons mengkritik keputusan steward. “Tentu saja, saya sadar bahwa dengan satu atau lain cara, tidak ada cara untuk mencegah satu pihak merasa tidak puas dengan keputusan tersebut. Sangat sulit, jika bukan tidak mungkin untuk menyenangkan semua orang. Namun juga benar bahwa Stewards Panel juga melakukan kesalahan. Di atas segalanya, hukuman harus diberlakukan sesuai dengan kriteria yang sama,” jelas pemilik tim Pons Racing itu.
Pons melanjutkan, “Hukuman yang dijatuhkan harus dipelajari dan bukan hanya hukuman terhadap pembalap atau tim. Dalam kasus pelanggaran ringan, yang tidak memberikan keuntungan 0,1 detik pun, seluruh balapan tidak boleh dihancurkan atau pembalap dihukum ke posisi terakhir di grid. Ini rumit. Tapi Panel Steward FIM MotoGP harus lebih fokus pada pembalap yang tidak clean. Ini harus dihukum berat.”

Jadi ada pembalap yang membalap tidak bersih sepanjang waktu? “Sedikit demi sedikit berkurang, tapi ya, ada,” jawabnya.
Apa yang Pons maksud dengan membalap yang tidak bersih? Misalnya, apakah balapan akan berantakan saat kita memberi ruang untuk manuver menyalip? “Bagaimana bisa? Dengan menabrak lawan? Tentu saja, dapat terjadi kontak berulang kali. Tapi tiga kali berturut-turut? Pembalap harus lebih menghormati pembalap yang ada di depan mereka. Saat saya di kelas 500cc, kami tidak saling menabrak motor. Kami lebih sadar akan risikonya,” tegas Pons.
Bos tim berusia 63 tahun itu menambahkan, “Trek dan peralatan sekarang jauh lebih aman dan pembalap tidak lagi menyadari bahwa mereka mempertaruhkan nyawa mereka. Di zaman kami, bahaya selalu terlihat jelas dan kami mengerti apa yang dipertaruhkan. Kami saling menghormati dan tahu bagaimana menyalip dan kapan waktu yang tepat.”
Baru-baru ini Alex Marquez mengatakan secara khusus bahwa, dalam duel pembalap harus mendapatkan posisi ini sendiri. “Itu tidak masuk akal. Logikanya, kita membutuhkan celah jika ingin menyalip lawan. Tapi kita tidak bisa ‘menerbangkan’ lawan hanya untuk mendapatkan celah itu. Cara seperti itu harus dihukum secara radikal oleh para stewards. Namun harus disebutkan bahwa mereka yang bertanggung jawab atas seri junior kini telah menyadari masalah ini,” ujar Pons.
“Mereka menunjukkan kepada pembalap muda bagaimana hal itu harus dilakukan. Pada saat mereka masuk ke Moto3, kebanyakan mereka belajar cara balapan dengan benar. Sebelum itu, Moto3 lebih merupakan ‘demolition derby’. Sekarang sudah jauh lebih baik. Dulu sangat berbeda. Kami semua lebih tua, lebih dewasa. Saya tidak mulai balapan sampai saya berusia 18 tahun. Saat ini, anak-anak memulai karir balap mereka pada usia 10 tahun. Orang juga bisa mempertanyakan itu. Tapi itu cerita lain,” pungkas Sito Pons.