RiderTua.com – Di saat rekan setimnya Marc Marquez berhasil meraih 4 kemenangan dalam 4 balapan pertama, Pecco Bagnaia hanya tiga kali finis ke-3 dan satu kali finis ke-4. Tak hanya kalah telak dari Marc, bahkan rider pabrikan Ducati itu tidak mampu menyaingi kecepatan Alex Marquez yang menggunakan motor dengan spesifikasi yang lebih lama. Rider Gresini itu empat kali finis di posisi ke-2.
Usai GP Argentina, Bagnaia mengisyaratkan akan kembali ke motor spesifikasi 2024 setelah kesulitan dengan GP25-nya dengan hasil yang kurang memuaskan. Namun selama ini, rider Italia itu selalu tertinggal di FP1 hari Jumat. Dia baru gas pol pada hari Sabtu atau Minggu. “Itulah FP1 khas Pecco. Awalnya dia tidak nyaman dengan motornya, dia membuat kesalahan dan terlalu memaksakan diri. Saya tahu alasannya. Itu karena kelemahannya bahkan saat dia memenangkan gelar dunia, yaitu dia seorang pembalap yang lambat panas. Dia butuh waktu untuk mempersiapkan diri menghadapi akhir pekan. Masalahnya dia punya rekan setim Marc. Dia kebalikan dari Pecco, Marc langsung gas pol hingga batas maksimal,” ungkap Neil Hodgson dari TNT Sports.
Kelemahan Pecco Bagnaia Lambat Panas.. Beda dengan Marc Marquez
Neil Hodgson menambahkan bahwa Marc Marquez lebih memiliki keuntungan dibandingkan Pecco Bagnaia. Dengan langsung gas pol hingga batas maksimal, Marc bisa memperoleh informasi penting sejak awal. Pada lap ke-3 atau ke-4, semua yang dilakukan pembalap di lintasan sangat penting untuk meningkatkan motor dan feel mereka. Data dari lap-lap di awal inilah yang dijadikan acuan para teknisi Ducati untuk mengembangkan set-up motor. Terlebih lagi kini ada begitu banyak teknisi di tim pabrikan Ducati yang sangat bergantung pada kualitas data tersebut.

“Bagnaia hanya menempati posisi ke-16 tertinggal 1,35 detik di FP1 Argentina. Setiap putaran yang dia lakukan tidak relevan karena dia sangat jauh tertinggal dari kecepatan. Beda dengan Marquez dimana datanya lebih relevan. Setelah 9 lap pertama, Marc memiliki data berkualitas untuk 5 lap sementara Bagnaia tidak punya apa-apa,” imbuh Hodgson.
Michael Laverty menambahkan bahwa Bagnaia sempat bingung dengan data performa Marquez di atas Ducati GP25. Data yang dihasilkan Marquez menunjukkan kemampuan teknis dan kecepatan yang belum bisa disamai Bagnaia, terutama saat menikung ke arah kiri. Ketika melihat data rekan setim dan ternyata tidak mampu melakukan hal yang sama, Bagnaia mulai meragukan cara pendekatan dan gaya balapnya sendiri. Alih-alih fokus pada kekuatannya sendiri, Bagnaia mencoba cara kerja dan strateginya yang justru malah membuatnya kehilangan kepercayaan diri.
Biasanya Bagnaia sangat tenang pada latihan hari Jumat dan secara bertahap mampu membangun performa. Namun karena adanya tekanan dari Marquez, dia memaksakan diri sejak awal dan meninggalkan pendekatan alaminya. Saat pendekatan biasa gagal dan tekanan meningkat, biasanya mental dan performa pembalap akan runtuh.
Hodgson melanjutkan, “Kita berusaha lebih keras. Apa yang terjadi ketika kita berusaha lebih keras? Saya dan Michael pernah mengalaminya di trek. Kita merasa sudah berusaha sangat keras tetapi catatan waktu tidak berubah menjadi baik. Kita malah membuat motor menjadi kacau. Lap tercepat dalam hidup kita adalah ketika kita santai, dan itu datang begitu saja kepada kita. Kita tahu Davide Tardozzi akan berteriak di telinga Bagnaia dan berkata ‘serang mulai sesi pertama’.
Laverty menimpali, “Itulah yang ingin dia lakukan, itulah mengapa dia tampak tidak nyaman, itulah mengapa dia mendominasi dan dia berada di posisi ke-16. Pecco sangat metodis. Dia akan tetap berada di jalurnya. Akan sangat penting bagi Tardozzi untuk mengelola situasi itu. Dia bersikap keras terhadap Pecco.”
Di awal musim 2025 Bagnaia tampil mengecewakan setelah beberapa balapan pertama. Rider berusia 28 tahun itu berada di peringkat 3 dalam klasemen, terpaut 31 poin di belakang pemimpin Marc Marquez. Seri berikutnya akan digelar di Circuit of the Americas (COTA), di mana Marquez yang sedang dalam performa terbaiknya dapat kembali mendominasi akhir pekan. Bagnaia akan menunggu hingga balapan digelar di Eropa untuk meraih beberapa kemenangan sebelum terlambat.