RiderTua.com – Pecco Bagnaia, pembalap Ducati yang memukau dengan 11 kemenangan dari total 20 seri MotoGP musim 2024, harus rela kehilangan gelar juara dunia hanya dengan selisih 10 poin dari Jorge Martin. Meski mencatatkan dominasi luar biasa, fakta bahwa gelar juara terlepas dari genggamannya menimbulkan pertanyaan besar: apakah sistem poin MotoGP sudah ketinggalan zaman?
Sistem Poin MotoGP Dikritik: Bagnaia Tersisih Meski Dominasi 11 Kemenangan
Bagnaia menorehkan sejarah dengan jumlah kemenangan terbanyak dalam satu musim, setara dengan rekor-rekor yang diraih legenda seperti Valentino Rossi dan Marc Marquez. Namun, berbeda dengan pendahulunya, kemenangan Bagnaia kali ini tidak cukup untuk membawa pulang gelar. Jorge Martin, yang hanya memenangi tiga balapan sepanjang musim, berhasil merebut mahkota juara berkat konsistensinya meraih posisi kedua sebanyak 16 kali.

Sistem Poin MotoGP: Apakah Perlu Diubah?
MotoGP telah menggunakan sistem poin yang sama selama bertahun-tahun, dengan 25 poin untuk pemenang, 20 poin untuk posisi kedua, dan 16 poin untuk posisi ketiga. Sprint race yang diperkenalkan beberapa musim terakhir memang menambah variasi, tetapi balapan utama tetap mengandalkan formula klasik ini. Sayangnya, sistem ini tampaknya kurang memberikan penghargaan kepada pemenang dibandingkan dengan konsistensi posisi kedua atau ketiga.
Sebagai perbandingan, Formula 1 menerapkan sistem poin yang lebih condong menghargai kemenangan. Pemenang mendapatkan 25 poin, tetapi peringkat kedua hanya mendapatkan 18 poin, dan posisi ketiga 15 poin. Jika sistem ini diterapkan di MotoGP 2024, Bagnaia justru akan keluar sebagai juara dunia, unggul tiga poin atas Martin.
Dominasi Kemenangan yang Tak Dihargai
Selama sejarah MotoGP, mencatatkan 11 kemenangan dalam satu musim adalah pencapaian yang langka. Valentino Rossi melakukannya pada tahun 2002 dan 2005, sementara Marc Marquez mencatatkan 12 kemenangan pada 2014 dan 13 kemenangan pada 2019. Mereka semua dinobatkan sebagai juara dunia. Namun, Bagnaia tidak merasakan hal yang sama pada 2024, meski memiliki catatan kemenangan yang luar biasa.
Sistem poin saat ini justru memberikan ruang bagi strategi konservatif. Jorge Martin memanfaatkan hal ini dengan maksimal, menyelesaikan balapan di posisi kedua sebanyak 16 kali. Bagnaia, di sisi lain, hanya dua kali berada di posisi kedua, meski lebih sering naik podium tertinggi. Akibatnya, dominasi kemenangan Bagnaia terasa kurang dihargai dalam perburuan gelar.
Masa Depan MotoGP dan Sistem Poin
Dengan musim 2025 yang diprediksi akan kembali menjadi duel ketat antara dua pembalap utama, pertanyaan besar tentang relevansi sistem poin MotoGP semakin mendesak. Beberapa pihak menganggap bahwa kurangnya penghargaan terhadap kemenangan bisa membuat balapan menjadi kurang menarik. Kemenangan yang tidak cukup dihargai dalam poin dapat mengurangi daya tarik bagi pembalap untuk tampil maksimal.
Namun, satu hal yang pasti adalah bahwa Jorge Martin berhasil memanfaatkan sistem yang ada dengan cemerlang. Gelar juara dunianya diraih dengan mengikuti aturan yang sudah disepakati sejak awal musim. Meski demikian, diskusi tentang pembaruan sistem poin MotoGP tampaknya tidak bisa dihindari untuk menjaga daya tarik dan keadilan kompetisi di masa depan.
Bagnaia vs Martin: Apakah MotoGP Perlu Revisi Sistem Poin?