RiderTua.com – Luca Marini hanya mampu mencetak 1 poin dan tidak mampu meraih posisi lebih dari posisi ke-15 di GP Malaysia. Masalah yang telah lama mengganggu para pembalap pabrikan Honda dalam balapan panas seperti di Malaysia adalah suhu ekstrem di bawah fairing tidak hanya memengaruhi performa mesin dan performa ban belakang tetapi juga kenyamanan para pembalap.
“Dalam hal kebugaran, saya baik-baik saja. Tetapi kami sangat perlu menemukan cara untuk menghilangkan panas dengan lebih efisien karena saya mengalami luka bakar. Kami benar-benar harus menyelesaikan masalah ini, juga mengingat fakta bahwa balapan pertama musim 2025 sekali lagi akan berlangsung di Asia Tenggara (GP Thailand),” ujar Marini langsung mengungkapkan masalah utama pada RC213V.
Mengenai balapan pada hari Minggu di Sepang, rider Italia itu menjelaskan, “Balapannya bagus, tetapi lambat karena suhu tinggi membuat lintasan licin dan motor kami lebih sulit dikendarai dari biasanya. Pada awalnya, semua orang memberi saya banyak tekanan dan saya kurang bertenaga karena cuaca panas. Itu juga ada hubungannya dengan prosedur restart setelah pembatalan. Itu situasi yang aneh. Kita keluar, menunggu lebih lama dalam cuaca panas daripada start normal, dan suhu mesin naik yang tampaknya sangat buruk bagi kami. Itu masalah terbesar saya.”
Luca Marini : Yamaha Membuat Banyak Kemajuan Honda Harus Bergegas
Masalah lain yang harus dihadapi Luca Marini di Sepang adalah getaran di tikungan 5 dan 12. “Banyak pembalap lain mengeluhkan hal ini. Sangat sulit bagi kami untuk melewati dua tikungan ini karena kami hampir tidak bisa mencondongkan badan akibat getaran ini,” jelas pembalap berusia 27 tahun itu.

Adik Valentino Rossi itu menambahkan bahwa selain itu cengkeraman ban juga merupakan masalah umum lain yang harus dihadapinya. Manajemen ban tidak terlalu buruk dalam balapan ini, namun saat start dari posisi yang sangat jauh di belakang, hampir mustahil untuk menyalip karena aerodinamika pembalap di depan, suhu di dalam motor yang tinggi, dan kurangnya cengkeraman yang diakibatkannya. Slipstream adalah jebakan yang sangat berbahaya.
Maro melanjutkan, “Setelah hanya melibas dua tikungan di belakang motor lain, suhu meningkat di mesin, di ban, dan di tubuh kita. Semuanya melambat, mesin tidak bekerja dengan baik, ban menjadi lebih panas, tidak hanya di depan tetapi juga di belakang. Satu lap dalam slipstream dan itu benar-benar bencana. Pecco Bagnaia dan Jorge Martin tahu itu dan cara mereka mengatur balapan sangat cerdik.”
Marini sendiri kehilangan banyak waktu di barisan belakang dan merasa puas dengan jalannya balapan, tetapi sama sekali tidak senang dengan hasilnya. “Sejujurnya, saya mengharapkan sedikit lebih banyak,” kata Marini setelah finis di posisi ke-15.
BTW, cara Marc Marquez (Gresini Ducati) dan Franco Morbidelli (Pramac Ducati) menyalip Marini untuk meraih poin setelah mengalami crash bagaikan pukulan buat Marini. “Setiap kali pembalap Ducati crash dan terus melaju, kita tahu apa yang akan terjadi pada diri kita di sisa balapan. Di lintasan lurus, mereka berdua melesat menyalip saya seperti roket, seolah-olah mereka datang dari planet lain. Kami benar-benar harus naik ke level yang lebih tinggi dan belajar sesuatu dari Ducati, karena itulah cara mereka ‘menghancurkan’ kejuaraan ini. Kami harus menemukan sesuatu,” ungkap rekan setim Joan Mir itu.
Sejurus kemudian Marini menegaskan, “Yamaha telah membuat langkah maju yang baik dan secara keseluruhan memiliki akhir pekan yang fantastis. Penting bagi kami untuk juga bergegas dan memastikan performa yang lebih baik. Dibandingkan dengan Ducati, semua pabrikan lain bersikap defensif. Jika kami cerdas dan mengambil langkah yang tepat, kami bisa menjadi kekuatan terkuat kedua di kelas MotoGP.”