Home MotoGP Davide Brivio, Pabrikan Jepang Terpuruk: Sudah Kuduga!

    Davide Brivio, Pabrikan Jepang Terpuruk: Sudah Kuduga!

    Davide Brivio
    Davide Brivio

    RiderTua.com – Davide Brivio pernah menjabat sebagai manajer tim pabrikan Yamaha MotoGP, kemudian menjadi penasihat pribadi Valentino Rossi. Kemudian pada 2015 dia bertanggung jawab atas kembalinya Suzuki di kelas utama. Setelah meraih gelar juara dunia bersama Joan Mir pada tahun 2020, manajer asal Italia itu dibujuk untuk terjun ke Formula 1 oleh Alpine. Di awal 2024, Brivio kembali ke MotoGP sebagai manajer tim satelit Trackhouse Aprilia. Jelas Brivio paham betul dunia di paddock MotoGP.

    Ketika Davide Brivio meninggalkan MotoGP, pabrikan Jepang lebih unggul ketimbang pabrikan Eropa. Sekarang disaat dia kembali, pabrikan-pabrikan Eropa tiba-tiba mengambil alih. Apa yang dia pikirkan mengenai hal itu? “Saya selalu menduga bahwa suatu hari nanti hal ini akan terjadi. Tentu saja, saya tidak menyangka menyaksikan Honda berada di empat grid terakhir dalam 3 seri. Menurut saya, mereka menggunakan cara kerja yang sama seperti 10 tahun lalu, sehingga penderitaan ini mudah diprediksi,” jawab manajer berusia 59 tahun itu.

    Davide Brivio : Pabrikan Jepang Terpuruk, Saya Sudah Menduga Hal Ini akan Terjadi

    Bagaimana Brivio menjelaskan metode kerja pabrikan Jepang? “Di Jepang, motor disiapkan lalu motor dikirim. Kerja bos tim, dia berbicara dengan insinyur Jepang dan informasi itu dikirim kembali ke Jepang dan seterusnya,” jawabnya.

    Davide Brivio
    Davide Brivio

    Lebih detail Brivio menjelaskan, “Selain itu, mereka terlambat menyadari bahwa pengembangan aerodinamis dan gimmick teknis seperti perangkat ride height dilakukan untuk mendapatkan keuntungan yang menentukan di trek balap. Awalnya Ducati terlihat hanya main-main. Winglet Ducati, perangkat ride height, dan beberapa hal lainnya yang tidak memenuhi standar Jepang. Standar sebuah motor terdiri dari mesin, sasis, suspensi dan ban, dan kemudian baru siap dikendarai.”

    “Prinsip motor balap sangat sederhana. Kemudian Ducati membuat prinsip itu menjadi lebih rumit dan bagi orang Jepang hal itu tidak diperlukan. Dan ketika semua pengembangan tambahan ini mulai berhasil, pabrikan Jepang tertinggal. Tiba-tiba performanya turun. Lalu mereka berkata ‘kami harus secepatnya mengerjakan aerodinamis, kami harus segera mengerjakan perangkat tambahan ini, kami membutuhkan lebih banyak insinyur, dan lain-lain.’ Dan semuanya mencoba mengikuti jejak Ducati.”

    “Ducati layak mendapat pujian atas cara kerja di garasi dan kreativitas para insinyurnya. Ducati selalu selangkah lebih maju dalam persaingan dalam hal ini dan semakin dekat dengan Formula 1. Saya akui bahwa kami sangat terinspirasi oleh Ducati dalam proyek Suzuki yang memenangkan Kejuaraan Dunia. Dengan Suzuki, kami berada di tengah-tengah antara pabrikan Jepang dan Eropa,” jelasnya.

    Brivio melanjutkan, “Dalam cara bekerja kami dulu, bagaimana kami menyusun kerjasama dengan para insinyur, dengan orang yang bertanggung jawab atas performa motor, dengan insinyur ban, dengan software, dan dengan analisa tertentu. Kami sudah berada dalam jalur menuju cara kerja yang sangat langsung dan efisien, dan menurut saya perusahaan lain belum mengambil langkah tersebut. Banyak hal di tim Suzuki yang menjadi terobosan baru bagi pabrikan Jepang.”

    “Kami mengembangkan konsep untuk mengembangkan pembalap muda, kami menciptakan struktur pit yang lebih terorganisir. Kami punya banyak ide untuk bersaing dengan Honda dan Yamaha yang punya anggaran dua kali lipat. Ini tentang memanfaatkan sumber daya yang kami miliki sebaik-baiknya,” pungkas Davide Brivio.

    TINGGALKAN BALASAN

    Silakan masukkan komentar Anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini