Home MotoGP Pecco Bagnaia : Keluhan Banyaknya Tombol Datang dari Rider yang Motornya Tidak...

    Pecco Bagnaia : Keluhan Banyaknya Tombol Datang dari Rider yang Motornya Tidak Selevel Ducati

    Pecco Bagnaia
    Pecco Bagnaia

    RiderTua.com – Setelah memenangkan gelar dunia Moto2, Pecco Bagnaia naik ke MotoGP pada 2019 saat berusia 22 tahun. Rider Italia itu mengalami 14 kali crash (5 kali dalam balapan) dan mengakhiri debutnya di tim Pramac-Ducati di peringkat 15 secara keseluruhan. Pada 2020, Pecco hanya berada di peringkat 16 tapi dia berhasil meraih podium pertamanya (finis ke-2) di kelas utama di Misano. Dan meski kakinya patah (crash di Brno), pembalap murid VR46 Riders Academy itu secara mengejutkan mendapat tempat di tim pabrikan Ducati.

    Ketika Pecco ditanya, siapa juara dunia tiga kali terakhir asal Italia yang mengendarai motor Italia di kelas premier? “Agostini? Lebih dari 50 tahun yang lalu,’ jawabnya.

    Pecco Bagnaia : Keluhan Banyaknya Tombol Datang dari Rider yang Motornya Tidak Selevel Ducati

    Ketika Pecco Bagnaia memenangkan gelar MotoGP pertamanya, dia menceritakan serunya balapan kepada kakek-neneknya dan berlatih untuk menjadi seorang juara. Dia ingin menjadi juara seperti apa? “Saya tidak tahu. Ketika saya masih muda, saya secara alami bermimpi menjadi seorang juara. Tapi saya tidak memikirkan, apa itu juara dunia,” ujar rider pabrikan Ducati itu.

    Francesco Bagnaia menambahkan bahwa saat ini dia bahagia sebagai dirinya sendiri. Dia sangat tenang, tidak pernah berdebat dengan siapa pun karena menurutnya lebih baik tidak melakukannya. Pecco cukup pintar dan dapat memahami situasi. “Saya suka siapa saya, tidak ingin menjadi orang lain. Saya di paddock sama seperti halnya dalam kehidupan pribadiku. Saya rasa banyak pembalap yang berpura-pura menjadi orang yang tidak ada dalam kehidupan normalnya. Saya tidak ingin menjadi seperti itu,” ungkap rider berusia 27 tahun itu.

    Tahun ini Pedro Acosta melakukan debutnya di MotoGP. Sebagai juara MotoGP dua kali, apa yang bisa Pecco pelajari dari rider muda seperti itu? “Saya tidak pernah berpikir bahwa seorang rookie tidak pantas berada di depan. Saya selalu berusaha belajar dari para pemula karena mereka selalu membawa sesuatu yang baru dan berbeda. Saat ini saya sedang mempelajari cara Pedro memasuki tikungan. Ini adalah gaya balap baru, itu mengubah cara kita mendekati tikungan,” jelas rekan setim Enea Bastianini itu.

    Pecco melanjutkan bahwa Acosta melakukan pekerjaannya dengan baik, tidak memiliki rasa takut dan tekanan. Dia tidak akan rugi apa-apa dan hanya bisa bersenang-senang. Ini bekerja dengan baik untuknya. KTM juga kuat tahun ini, bahkan di trek yang tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. “Jadi kita selalu bisa belajar dari orang seperti dia. Hal serupa juga terjadi saat (Jorge) Martin datang ke MotoGP pada 2021. Dia sangat kuat, namun sayangnya mengalami crash parah di balapan ketiganya. Namun kita juga harus terbuka untuk belajar dari pembalap yang lebih muda,” imbuh adik Carola Bagnaia itu.

    Pecco Bagnaia
    Pecco Bagnaia

    Pecco masuk ke MotoGP pada 2019 sebagai juara dunia Moto2. Apakah dia juga membawa sesuatu yang baru? “Musim pertamaku sangat sulit. Saya tidak memiliki motor pabrikan dan secara teknis tertinggal. Namun pada 2020 saya mendapat mesin pabrikan (di tim Pramac) dan naik podium pada balapan kedua di Jerez. Dan Jerez selalu menjadi trek di mana Ducati tidak kompetitif. Namun hal itu mungkin terjadi, seperti yang telah kami buktikan. Dengan gaya balapku dan perubahan radikal dalam filosofi pengereman mesin, dibandingkan dengan (Andrea) Dovizioso di masa lalu,” ungkap murid Valentino Rossi itu.

    Bagnaia menambahkan bahwa pola pikirnya justru sebaliknya. Cara mendekati tikungan seperti ini adalah sesuatu yang dia bawa. Juga cornering speednya, sesuatu yang selalu menjadi kelemahan Ducati. Menurutnya rider muda memiliki gaya balap tertentu yang dapat membawa perubahan dan mengantarkan era baru.

    “Kita tidak memiliki referensi. Misalnya, Michelin mendatangkan ban jenis baru tahun ini. Saya menyukainya, tapi itulah alasan kami kesulitan karena getaran ini. Hal berbeda terjadi pada Pedro. Dia belum pernah mencoba ban bekas, jadi dia tidak tahu bagaimana rasanya. Dia dengan cepat memahami ban baru ini dan melakukan pekerjaannya dengan sempurna,” ujarnya.

    Pada 2027 akan ada regulasi teknis baru di MotoGP. Seperti apa aturannya, dan apa yang di inginkan Pecco? “Saya hanya ingin memiliki motor tercepat. Kecepatannya tidak pernah cukup, meskipun mesinnya sudah sangat cepat. Saya hanya ingin motor cepat yang bisa saya menangkan balapan. Satu-satunya alasan saya menikmati MotoGP adalah karena saya punya motor yang bisa saya pakai untuk menang. Mampu menang adalah motivasi terbesar,” jawab Pecco.

    Namun banyak hal yang harus dipikirkan oleh para pembalap MotoGP dalam balapan, seperti mengoperasikan semua tombol di setang dan sasis yang dapat diatur ketinggiannya. “Saya tidak mengerti, mengapa beberapa pembalap mengatakan ini sulit. Kita harus membiasakannya. Bagi saya, bermain-main dengan tombol saat balapan sudah menjadi hal biasa. Itu bagian dari pekerjaan. Jika ingin cepat, kita harus melakukannya. Mungkin mereka mengeluh karena motor mereka tidak berada pada level yang sama dengan motor kami. Jadi mereka ingin menyingkirkan beberapa hal ini, sehingga kita tidak lagi mempunyai keuntungan itu. Saat ini semua rider kurang lebih berada pada level yang sama,” jelas Bagnaia.

    2024 adalah tahun ‘penting’ bagi Pecco. Selain berusaha mempertahankan gelarnya, dia juga akan menikah tahun ini. Mana yang lebih seru, memperebutkan gelar juara dunia MotoGP ketiga atau mengucapkan janji suci dengan Domizia Castagnini? “Menjadi juara dunia MotoGP tiga kali sebagai pria yang sudah menikah! Menuurtku ini bisa sangat menarik,” pungkas Pecco Bagnaia sambil tersenyum.

    TINGGALKAN BALASAN

    Silakan masukkan komentar Anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini