Categories: All News

Jepang Berpacu Melawan Waktu Bersiap Hadapi Gempa Bumi Terbesar

Gempa di Kobe 1955 (Foto AP/ WTOP.com)

TOKYO — Saat ini Jepang harus berpacu melawan waktu demi mempersiapkan sesuatunya dalam menghadapi dan mengantisipasi gempa bumi yang lebih besar di Tokyo, salah satu hal yang dilakukan adalah mengambil langkah-langkah mitigasi (serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana) dengan memanfaatkan sepenuhnya data dan kecerdasan buatan (Artifical Intelligence/AI) yang ada. Menurut pemerintah Jepang bahwa kemungkinan 70% gempa dengan kekuatan 7 SR  akan terjadi tepat di bawah area kota metropolitan Tokyo dalam kurun waktu 30 tahun. Namun banyak pertanyaan yang tidak terjawab mengenai aktivitas seismik di ‘Area Greater Tokyo’ ( Tempat terpadat di Tokyo) karena struktur bawah permukaannya yang rumit. Dan untuk kemungkinan terburuknya diperkirakan sebuah gempa bisa langsung menyerang di bawah ibukota Jepang itu pada malam hari di musim dingin dengan pusat bencana pada bagian selatan pusat kota Tokyo. Dalam skenario ini, hingga 23.000 orang bisa meninggal dan 610.000 bangunan bisa hancur atau terbakar habis, menurut perkiraan pemerintah Jepang. Kerusakan ekonomi bisa mencapai 95 triliun yen (11,3 ribu Triliun rupiah). “Ada risiko gempa yang sangat tinggi yang terjadi tepat di bawah area metropolitan Tokyo dalam 20 sampai 30 tahun mendatang,” kata Haruo Hayashi, presiden National Research Institute for Earth Science and Disaster Resilience( NIED). Hal itu disampaikan Hayashi pada sebuah pertemuan dengan pejabat pemerintah, ilmuwan dan pebisnis di Tokyo pada tanggal 23 Juni 2017 lalu. Hasilnya adalah sebuah organisasi baru yang menggabungkanantara kekuatan dari berbagai industri, pemerintah dan akademisi dibentuk pada tanggal 23 Juni. Dewan Penggunaan dan Aplikasi Data untuk Ketahanan diresmikan untuk mempromosikan upaya meminimalkan kerusakan akibat gempa besar dengan memanfaatkan berbagai data yang ada. Dan disitulah peran penting dari NIED dalam pembentukan organisasi baru itu dengan tujuan untuk membangun jaringan seismograf yang lebih baik dari yang sudah ada. Di wilayah metropolitan Tokyo, bumi dapat bergetar secara berbeda dalam satu lokasi dibandingkan dengan lokasi lain yang jaraknya tidak jauh karena beberapa alasan, termasuk susunan kondisi area tanahnya. Pemerintah Jepang dan kelompok lainnya sejauh ini telah menetapkan titik pengamatan di sekitar 500 lokasi di wilayah Tokyo. Tapi jaringan ini tidak cukup untuk menilai getaran dan kerusakan secara rinci. Dewan tersebut berencana untuk membangun jaringan seismograf yang lebih luas dan lebih efektif dengan bantuan sektor swasta. Perusahaan yang berpartisipasi, termasuk NTT Docomo dan East Japan Railway, yang dikenal sebagai JR East, serta Tokyo Gas, yang memiliki seismometer di sekitar 4.000 lokasi. Kecerdasan buatan (AI) juga akan digunakan untuk menganalisa data terkait gempa yang dikumpulkan oleh perusahaan. Dewan berharap untuk mendeteksi getaran pada interval yang hanya beberapa lusin meter dan dengan cepat mengidentifikasi lokasi yang mungkin akan terpengaruh. “Target kami adalah menentukan bagaimana setiap bangunan bergetar (karena gempa)” kata Naoshi Hirata, seorang profesor di Universitas Tokyo dan ketua Komite Penelitian Gempa milik pemerintah. Hirata bekerja sebagai pengawas dewan baru. Memastikan bagaimana bangunan individu bergoyang akan memungkinkan untuk merespons gempa yang kuat dengan memberikan prioritas pada operasi penyelamatan di bangunan dan area yang terkena dampak parah. Dewan tersebut bermaksud untuk membangun sebuah sistem dan memanfaatkan data tersebut dalam lima tahun kedepan. Pelajaran yang bisa diambil adalah Jepang merupakan negara yang rawan gempa, dan aktivitas seismiknya terjadi secara teratur, meski tidak cukup kuat untuk dirasakan, karena susunan tektoniknya.


Lempeng Laut Filipina dan lempeng Pasifik yang bergeser di bawah dua lempeng dalam, yaitu lempeng Eurasia dan Amerika Utara, memicu berbagai jenis gempa. Studi telah menemukan bahwa banyak gempa berkekuatan 7 SR telah terjadi di sepanjang garis patahan Lempeng Laut Filipina. Pengetahuan tentang gempa bumi di masa lalu sangat penting untuk memperkirakan tingkat kerusakan di masa depan dan melakukan tindakan penanggulangan. Peneliti memperhatikan pada satu gempa, khususnya yang melanda kota Edo (sekarang Tokyo) pada tahun 1855. Gempa tersebut berkekuatan 7 SR, berpusat tepat dibawah kota, yang merupakan tempat ke-shogunan Tokugawa. Jumlah korban tewas diberitakan mencapai 10.000 orang. “Ini merupakan gempa bumi yang kami harus pelajari,” kata Hirata. Namun masih belum diketahui secara pasti bagaimana gempa tersebut terjadi pada 1855. Satu teori mengemukakan bahwa pusat gempa tersebut mendekati permukaan tanah, sementara yang lain berpendapat bahwa pusat gempa berada pada kedalaman sekitar 100 km. Hirata dan peneliti lainnya menyimpulkan bahwa gempa tahun 1855 diperkirakan terjadi, baik di dalam lempeng laut Filipina atau di permukaan atas lempeng samudra. Mereka membuat tekad ini setelah mempelajari data struktur 3D dari dalam bawah tanah dan melakukan peninjauan kembali terhadap catatan-catatan terkait gempa yang terjadi. Menurut Toshimi Satoh, seorang peneliti senior di perusahaan konstruksi Shimizu, gempa tahun 1855 menyerupai gempa yang menyerang bagian barat laut Prefektur Chiba, sebelah timur Tokyo, pada tahun 2005 dalam hal distribusi intensitas gempa. Perkiraan yang disampaiakn oleh Satoh bahwasanya fokus gempa pada tahun 1855 adalah di dalam Lempeng Laut Filipina dimana berada di kedalaman 60 km di bawah barat laut Chiba. Satoh juga telah menentukan karakteristik getaran akibat gempa 1855. Gempa tahun 2005 di bagian barat laut Chiba tersebut tercatat pada lebih dari 5 skala dari 7 skala intensitas gempa seismik di Jepang. Ini menyebabkan 64.000 lift di wilayah Tokyo berhenti dengan cepat, membuat banyak orang terjebak di dalam. Saat ini Shimizu berencana untuk mempertimbangkan temuan Satoh itu dalam karya desain tahan gempa untuk gedung pencakar langit dan bangunan lainnya. Besaran gempa berkekuatan 7 SR yang disebabkan oleh tenggelamnya lempeng telah terjadi pada interval rata-rata sekitar 27 tahun sekali. Tahun ini akan menandai 30 tahun sejak gempa terakhir ini, yang mencatat magnitude 6,7 dan bergeser menyerang di pantai timur Chiba pada bulan Desember 1987. Antisipasi Gempa di wilayah terpadat di Tokyo (Greater Tokyo) kemungkinan tidak menyebabkan kerusakan sebesar gempa tahun 1855. Tapi yang jadi pertanyaan adalah kapan datangnya. Sementara itu, Jepang perlu melakukan penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme gempa dan menentukan tindakan penanggulangan yang efektif untuk meminimalkan hilangnya nyawa, cedera dan kerusakan yang diakibatkannya.

This post was last modified on 19 Juli 2017 07:49

ridertua

Leave a Comment

Recent Posts

Wuling Dkk Tawarkan Diskon Untuk Mobil Listriknya di Indonesia

RiderTua.com - Wuling masih menjadi pemimpin penjualan mobil listrik di Indonesia pada Maret lalu. Binguo yang mampu menjadi model BEV…

18 April 2024

Hyundai, Kia, dan Toyota Hadirkan Diskon Untuk MPV Mewahnya

RiderTua.com - Hyundai tidak hanya menghadirkan low MPV Stargazer di Indonesia, tetapi juga MPV mewah Staria. Nyatanya model ini hadir…

18 April 2024

Marc Marquez Bahagia: Di Qatar Duel Melawan Martin, di Portimao Bertarung dengan Pecco!

RiderTua.com - Marc Marquez kehilangan peluang meraih kemenangan di GP Amerika karena masalah pengereman, sehingga rider Gresini Ducati itu gagal…

18 April 2024

Siap Dibawa Trabasan! Modifikasi Honda CB350 RS Jadi Motor Scrambler

RiderTua.com - Dirt Freak Jepang yang menyediakan banyak sparepart modifikasi, kini mereka mengenalkan Honda CB350 RS yang telah dimodifikasi menjadi…

18 April 2024

Toyota Alphard Masih Memiliki Banyak Pesanan di Indonesia

RiderTua.com - Toyota memang cukup sukses dalam menjual mobil di Indonesia, terbukti dengan angka penjualannya yang tinggi selama ini. Bahkan…

18 April 2024

Daihatsu Sigra yang Memimpin Penjualan Mobil LCGC Bulan Lalu

RiderTua.com - Tidak bisa dipungkiri kalau Daihatsu mampu menjadi salah satu merek mobil terlaris di Indonesia. Walau mereka lebih unggul…

18 April 2024